Selama Menjabat Ternyata Jokowi Sudah Menurunkan Harga BBM 4 Kali!


 JAKARTA- Pemerintah masih membahas rencana kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis Pertalite dan Solar subsidi. Pembahasan ini sangat mendesak karena subsidi energi termasuk untuk BBM terus membengkak karena mahalnya harga minyak dunia.

Bahkan, sejumlah menteri bidang perekonomian telah menggelar rapat koordinasi terkait rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam rapat tersebut, semua opsi dibahas untuk menanggulangi dampak kenaikan harga minyak dunia yang terus meningkat.

"Banyak opsi (yang dibahas). Bisa pembatasan, bisa kenaikan (harga BBM)," kata Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Raden Pardede di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (23/8/2022).

Hingga saat ini, belum ada keputusan pemerintah terkait harga BBM ini. Namun demikian, berapa banyak sebenarnya pemerintah mengeluarkan dana untuk subsidi BBM? dan berapa harga seharusnya Pertalite dan Solar Subsidi?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, harga keekonomian Pertalite, Pertamax dan Solar kian melambung jauh di bawah nilai jualnya saat ini. Harga Pertalite (RON 90) plus subsidi pemerintah kini dijual di angka Rp7.650 per liter. Sementara Solar (CN 48) dibanderol Rp5.450 per liter, dan Pertamax (RON 92) Rp12.500 per liter.

"Keekonomian harga Pertalite Rp17.200 (per liter), kalau Solar CN 48 Rp17.600 (per liter), Pertamax Rp19.900 (per liter)," terang Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/8/2022).

Diketahui, selama menjabat menjadi Presiden dua periode hingga saat ini, Jokowi sudah menurunkan harga BBM sebanyak empat kali. Pada periode pertama menjabat, yakni 2014, harga BBM masing-masing per liternya untuk jenis premium menjadi Rp8.500 dan solar seharga Rp7.500,- angka tersebut naik sebesar Rp2.000. Pada 2015 premium turun menjadiRp7.600 dan solar menjadi Rp7.250 per liter.

Pada 17 Januari harga tersebut kembali turun, premium menjadi Rp6.600 dan solar Rp6.400. Kemudian pada awal Maret premium naik Rp200,- sebelum pada akhir bulan menjadi Rp7.300 dan solar menjadi Rp6.900. Pada Januari 2016 premium kembali turun di harga Rp7.050, solar Rp5.950. Harga itu turun lagi pada April menjadi Rp6.550 untuk premium dan Rp 5.150 untuk solar.

‘’Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, jadi semuanya harus diputuskan dengan hati-hati. Dikalkulasi dampaknya, jangan sampai dampaknya menurunkan daya beli masyarakat, menurunkan konsumsi rumah tangga,’’ ujar Jokowi saat dikonfirmasi awak media pada Selasa (23/8/2022).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa Harga Jual Eceran (HJE) Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jauh lebih rendah dibandingkan harga jual seharusnya atau keekonomiannya.

Dengan asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP) USD 105 per barel dan nilai tukar rupiah Rp14.700 per USD, dia menyebut subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk bahan bakar pertalite, solar, pertamax hingga LPG 3 kilogram menjadi sangat besar.

Sri Mulyani memaparkan HJE solar yang ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) dengan seizin pemerintah sebesar Rp5.150 per liter, sedangkan harga keekonomiannya sudah mencapai Rp13.950 per liter.

"Artinya masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi solar sebesar 63 persen atau mencapai Rp8.800 per liter dari harga riilnya," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait kebijakan Subsidi BBM di Jakarta, Jumat (26/8).

Sementara itu, untuk HJE pertalite yang ditetapkan sebesar Rp7.650, harga keekonomiannya sudah mencapai Rp14.450 per liter. Dengan demikian, pemerintah memberikan subsidi mencapai Rp6.800 untuk setiap liter bahan bakar ini.

"Harga pertalite sekarang ini, rakyat setiap liternya mendapatkan subsidi 53 persen atau Rp6.800 setiap liter yang dibeli," ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan, untuk HJE pertamax yang ditetapkan saat ini sebesar Rp12.500 per liter, harga keekonomiannya sudah mencapai Rp17.300 per liter. Sehingga, pemerintah memberikan subsidi mencapai Rp4.800 untuk setiap liter bahan bakar ini.

"Setiap orang mampu yang mobilnya bagus membeli pertamax, per liternya mendapatkan subsidi Rp4.800," ujar Sri Mulyani.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memperkirakan kuota BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite yang ditargetkan dalam APBN tahun ini akan habis pada bulan Oktober.

"Kalau kita asumsikan volume konsumsi (BBM) mengikuti selama 8 bulan terakhir, kuota akan habis di bulan Oktober, kalau konsumsinya tetap sama" ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait kebijakan Subsidi BBM di Jakarta, Jumat (26/8).

Menurut dia, bersamaan dengan itu, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp502 triliun tahun ini, juga akan habis pada bulan Oktober. Sehingga, tentunya akan diperlukan anggaran subsidi dan kompensasi energi tambahan untuk menambal sisa waktu yang ada hingga akhir tahun.

"Yang terjadi sekarang, dengan pemulihan ekonomi, konsumsi dan subsidi yang masih tinggi, konsumsi solar dan pertalite diperkirakan jauh melampaui apa yang ada di APBN," ujar Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut perkiraan ini didasarkan pada data realisasi konsumsi bahan bakar jenis ini selama tujuh bulan awal tahun ini, dimana telah jauh melampaui separuh target APBN.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkap bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite maupun Solar di Indonesia belum tepat sasaran. Padahal, dalam APBN Perpres 98/2022 anggaran subsidi dan kompensasi energi dipatok Rp502,4 triliun.

Sri Mulyani mencatat, proporsi konsumsi Pertalite 86 persen dinikmati kelompok rumah tangga (RT). Sedangkan, 14 persen di antaranya dikonsumsi oleh dunia usaha.

"Dari yang dinikmati RT, ternyata 80 persen dinikmati oleh RT mampu dan 20 persen dinikmati oleh RT miskin," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/8).

Sri Mulyani melanjutkan, kondisi serupa juga terjadi pada Solar. Di mana, 89 persen dinikmati oleh dunia usaha dan 11 persen sisanya dinikmati oleh RT.

"Dari yang dinikmati RT, ternyata 80 persen dinikmati oleh RT mampu dan 20 persen dinikmati oleh RT miskin," bebernya.

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mencari cara untuk membuat subsidi energi lebih tepat sasaran. Salah satunya dengan strategi pembatasan penyaluran BBM subsidi.

"Subsidi ratusan triliun ini jelas sasarannya dan yang menikmatinya relatif mampu dan mungkin akan menciptakan kesenjangan dari subsidi," tutupnya.

No comments

Powered by Blogger.